Tampilkan postingan dengan label kewirausahaan untuk karyawan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kewirausahaan untuk karyawan. Tampilkan semua postingan

Minggu, Mei 20, 2018

Formula "3K" Untuk Karyawan Intrapreneur (Ubaydillah Anwar)

Formula "3K" Untuk Karyawan Intrapreneur (Ubaydillah Anwar)

Dalam beberapa forum, banyak orang yang menanyakan ke saya  seputar modal prinsip untuk berprestasi di dunia kerja yang makin ketat dengan persaingan seperti sekarang ini. Apakah cukup dengan nilai ijazah yang tinggi dan sertifikat kursus? Tentunya tidak. Dunia kerja sekarang dan ke depan adalah dunia "intrapreneurship" , yakni mental inovasi kewirausahaan (entrepreneurship) untuk mengembangkan perusahaan. Orang-orang yang berhasil di dunia kerja bukanlah yang sekedar disiplin jam kerja melainkan memiliki beberapa keunggulan lain, misalnya mampu mengakses peluang, punya mental pantang menyerah dan sebagainya. 

Untuk  “menyederhanakan” penjelasan, saya kerap menggunakan istilah 3 K. Berikut uraiannya.

K Pertama adalah Keahlian

Keahlian di sini maksudnya adalah kemampuan kita dalam menerapkan pengetahuan, menggunakan  informasi, dan pengalaman dalam bekerja dan terbukti bisa memperbaiki kinerja. Kalau kita hanya tahu, itu belum  ahli. Kalau kita hanya pernah mengalami, itu juga belum ahli. Keahlian yang perlu kita tingkatkan adalah  keahlian mental (mental skill) dan keahlian kerja (job skill). Orang-orang yang memiliki emploibilitas tinggi  itu selalu memiliki dua hal kembar, yaitu will power  (kemauan, komitmen, dll) yang kuat dan skill power  (keahlian, pengetahuan, pengalaman, dst) yang bagus.

K Kedua adalah Kesalehan

Kesalehan di sini adalah akhlak moral yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. Jika keahlian  berfungsi untuk meningkatkan emploibilitas, maka kesalehan berfungsi untuk menjaga langkah kita supaya tetap aman. Jika kita hanya ahli, karir kita memang naik, namun rawan jatuh. Sebaliknya, jika akhlak moral kita saja  yang bagus, karir kita hanya aman, namun tidak naik. Supaya naik dan aman, perlu keahlian dan kesalehan.

K  Ketiga adalah  Komunikasi 

Komunikasi di sini adalah berbagai aktivitas yang kita lakukan untuk menjalin interaksi atau  relasi dengan orang lain. Biarpun  keahlian kita bagus, kesalehan kita bagus, namun kalau jaringan kita sempit,  apa mungkin emploibilitas kita meningkat ? Berbagai studi membuktikan, kemajuan karir seseorang itu sangat erat  dengan kemampuannya dalam menjalin interaksi, relasi, atau sinergi. Di negara yang sudah se-high-tech seperti  Amerika saja, sebagian besar pekerja mendapatkan peluangnya dari manusia (relasi, interaksi, referensi), bukan  dari media atau tehnologi.

Hemat saya, ke-3K di atas adalah salah satu cara yang bisa kita tempuh untuk meningkatkan emploibilitas. Apa  itu emploibilitas? Kalau dilihat di beberapa kajian pengembangan karir, emploibilitas adalah kemampuan  seseorang untuk mengakses berbagai peluang emploimen yang terus bertambah dan menawarkan pilihan yang tak  terbatas. Kita beranggapan ini penting atau tidak, tetapi bagi kemajuan karir kita tetaplah penting. 

Kenapa? Pada prakteknya, kemajuan karir seseorang itu tidak ditentukan oleh peluang emploimen semata, namun  oleh kemampuannya dalam mengakses peluang itu. Peluang yang berlimpah tidak otomatik menghasilkam kemakmuran  berlimpah apabila kemampuannya krisis. Bahkan kata para motivator, peluang itu tidak pernah krisis. Yang selalu  mengalami krisis adalah ide dan kemampuan.

Alasan lainnya terkait dengan tren emploimen ke depan. Menurut catatan Phillip S. Jarvis (2002), ke depan akan  muncul sejumlah paradigma kerja yang menggantikan paradigma lama. Paradigma kerja ini saya sebut sebagai paradigma Intrapreneurship Garis besarnya dijelaskan seperti di bawah ini:

1. Definisi pekerjaan. Ke depan, pekerjaan seseorang itu akan didefinisikan berdasarkan skill dan value yang  dimiliki, bukan didasarkan pada kedudukan, jabatan atau kategori.

2. Lokasi / Tempat Kerja. Ke depan, orang tidak mutlak membutuhkan ”kantor fisik” untuk menjalankan  pekerjaan / profesinya. Virtual space akan menjadi tren juga. 

3. Tolak Ukur Kesuksesan Karir. Sementara ini, tolak ukur yang kerap dipakai adalah kenaikan jabatan. Ke  depan, tolak ukur yang akan jadi tren adalah kenaikan skill atau value yang kita miliki. Kenaikan jabatan tidak  menjadi ukuran mutlak kesuksesan karir seseorang.

4. Kontrak & Fee. Ke depan, tren yang akan muncul adalah sistem emploimen yang didasarkan pada kontrak, kesepakatan dan pembayaran fee, bukan semata-mata harus ada gaji bulanan, bonus bulanan, atau menjadi karyawan tetap dengan jam masuk-keluar yang tetap.

5. Orientasi Kerja. Ke depan, tren yang akan muncul adalah personal freedom and control (career security).  Sementara ini, trennya memang adalah kebergantungan yang terlalu besar pada pekerjaan atau perusahaan.

6. Loyalitas. Ke depan, tren yang akan muncul adalah loyalitas pada profesi atau pekerjaan, bukan pada perusahaan, kantor atau organisasi 

7. Identitas. Ke depan, identitas seseorang itu akan terkait dengan kontribusi yang sanggup diberikan pada  pekerjaan / profesi, keluarga, masyarakat, klien atau pelanggan. Sementara ini, identitas itu terkait dengan kontribusi seseorang pada job, posisi, okupasi, atasan, atau bos.

8. Hubungan Kerja. Yang akan jadi tren juga adalah hubungan kerja itu bisa berbentuk tim, mitra usaha atau  vendor. Sementara ini, yang banyak jadi tren adalah hubungan dalam bentuk atasan-bawahan atau pimpinan-karyawan.

Kalau kita perhatikan, sebagian tren yang ditulis di atas sudah terjadi di kita. Banyak perusahaan yang sudah  menerapkan sistem kontrak. Banyak orang yang hanya terikat oleh hubungan agreement dengan perusahaan, bukan employment. Banyak yang sudah menulis posisi atau peranan di kartu namanya dengan istilah yang belum pernah ada  dikodifikasi jabatan nasional. Banyak yang berkantor tanpa gedung. ***

Dikutip dari buku Interpersonal Skill karya Ubaydillah Anwar dengan beberapa modifikasi.
Editor : Bambang Suharno

Ubaydillah Anwar, Human Learning Specialist

Senin, April 17, 2017

BEDAH KASUS INTRAPRENEURSHIP : PT KAI DAN 3M POST IT

BEDAH KASUS INTRAPRENEURSHIP : PT KAI DAN 3M POST IT

Melanjutkan artikel sebelumnya tentang Intrapreneurship dan Entrepreneurship berikut ini contoh implementasi intrapreneurship yang bisa dipakai sebagai referensi dan inspirasi untuk anda yang tengah mendalami entrepreneurship dan intrapreneurship.

Kasus Kereta Api

Inti utama dari intrapreneurship adalah daya kreatif dan inovasi. Kreatif adalah memiliki ide baru, inovasi adalah kemampuan mengubah ide kreatif menjadi kenyataan. Salah satu contoh penting di Indonesia adalah kisah sukses PT KAI saat dipimpin oleh Ignatius Jonan. Pelayanan kereta api yang semula sangat buruk, dalam waktu singkat berubah menjadi sangat cemerlang, tak kalah dengan kereta di luar energi. 

Sebelum tahun 2010, jika kita masuk ke stasiun kereta api di wilayah Jabodetabek, suasananya kumuh, jorok dan bau pesing. Sangat tidak sehat. Ketika masuk ke kereta , juga sangat tidak nyaman. Sangat panas, bau tidak sedap, dan banyak orang yang rela untuk tidak menghargai nyawanya sendiri dengan naik di atap kereta.

Tentu dari dulu para pimpinan perusahaan PT KAI sudah punya ide untuk memperbaiki suasana kereta api. Bahkan Menteri Perhubungan pun ingin menjadikan kereta api menjadi lebih manusiawi. Namuna mereka belum berhasil juga. Di tangan Jonan inilah niat untuk memperbaiki KAI menjadi kenyataan. Perusahaan BUMN ini yang semula langganan menjadi perusahaan merugi, berubah menjadi pencetak laba hingga 1 triliun/tahun.

GRATIS, Ikuti Program bimbingan Trained Entrepreneur klik https://www.suksesmatic.com/

Jonan memulai langkah perbaikan KAI dengan meningkatkan gaji pegawai agar kinerja mereka semakin meningkat. Dengan konsekuensi, tak ada lagi yang melakukan pekerjaan sampingan di KAI. Sehingga tidak ada kebocoran dana. Hal itu tentu berdampak pada kenaikan biaya 

Kenaikan biaya ini langsung dicover karena adanya kenaikan efisiensi. Peningkatan efisiensi lebih tinggi daripada peningkatan biaya kenaikan gaji. Bahkan gaji pegawai KAI meningkat 7,7 kali lipat dari tahun 2009.

Jonan juga melakukan perbaikan kinerja. Reward and punishment benar-benar diterapkan bagi seluruh pegawai KAI. Hal ini meningkatkan kepercayaan stakeholder. Bank-bank berani memberikan kredit pada perusahaan yang masih merugi itu, sehingga KAI dapat menambah asetnya. Jonan berhasil merubah mindset pegawai KAI menjadi customer first alias mengutamakan pelayanan pelanggan. Ia merekrut orang-orang dari dunia bisnis dengan latar belakang pelayanan yang bagus. Pria lulusan Singapura itu juga merekrut ahli IT dan bekerjasama dengan BUMN lain yaitu PT Telkom untuk menghemat dana. Metode kerjasama yang digunakan adalah profit sharing.


Infrastruktur perkeretaapian dibenahi. Stasiun dibuat steril dan menggunakan gate elektronik. PT Kereta Commuterline Jakarta (KCJ), anak perusahaan PT KAI mengalami peningkatan cukup pesat. Selain sarana dan prasarana, perbaikan SDM juga dilakukan.

Jonan mengirimkan tiga ribu pegawainya ke China dan Perancis untuk melihat sistem perkeretaapian di negara tersebut. Dari level menengah hingga 2 level di bawah direksi dikirimkan untuk menyaksikan sendiri pelayanan kereta api di sana.

Hasilnya, kini kita nikmati layanan kereta api yang murah dan sangat nyaman dibanding sebelum 2009. Itulah inovasi yang dilakukan Jonan, sebagai contoh kasus bagaimana seorang pemimpin perusahaan menerapkan intrapreneurship sehingga mampu mengubah perusahaan buruk menjadi perusahaan yang berprestasi cemerlang.

Kasus Pots it 3M

Minnesota Mining and Manufacturing Co awalnya adalah perusahaan pertambangan. Namanya dikenal dengan 3M , bukan karena bisnis pertambangannya melainkan sebagai produsen Post It, kertas kecil dengan lem perekat yang mudah lepas, yang ternyata sangat membantu para pekerja kantoran dalam memberikan catatan.

Perusahaan ini didirikan tahun 1902 di “the Lake Superior town of Two Harbors”, Minnesota, Amerika Serikat. Melalui pergulatan bisnisnya yang pasang surut, pada tahun 1980 3M tiba-tiba melejit namanya karena produk yang bisa dibilang sangat sederhana, yaitu kertas kecil untuk menulis memo, sebagai pembatas halaman buku yang sedang dibaca atau untuk menulis catatan penting untuk diri sendiri.
Nama lengkapnya 3M Post-it Notes, terkenal dengan nama Post It. Bagi orang kantoran pasti sering menggunakannya.
Bagaimana 3M bisa menemukan ide membuat kertas warna warni dengan lem perekat yang tidak terlalu kuat? Inilah yang menarik untuk dikaji. Perusahaan ini tidak secara sengaja melakukan riset dan menggali ide menciptakan kertas dengan perekat.
Awalnya adalah seorang bernama Spencer Silver yang mengembangkan produk perekat tapi dianggap gagal karena lem ciptaannya tersebut tidak dapat merekat dengan baik. Karena daya rekat kurang baik, maka produk ini dianggap sebagai produk gagal. “Lupakan saja,” kata manajemen perusahaan.
Beberapa waktu kemudian  ada kompetisi ide kreatif yang diselenggarakan manajemen 3 M untuk para karyawannya, dalam rangka mengembangkan produk perusahaan.
Ary Fry, salah seorang karyawan,  sedang menggali ide bagaimana cara membuat pembatas halaman buku yang mudah digunakan. Kebiasaannya saat itu adalah memberikan pembatas pada buku yang ia baca namun pembatas tersebut berserakan bahkan berjatuhan di lantai. Dia kemudian teringat salah satu koleganya yang bernama Spencer Silver yang pernah gagal mengembangkan produk perekat. 

Fry mencoba lem tersebut pada sebuah kertas dan menjadikannya pembatas buku yang sedang ia baca.  Kertas tersebut dapat menempel dengan baik namun juga saat dilepas tidak merusak buku yang ia baca. Tidak hanya itu, selain sebagai pembatas buku, siapapun bisa memanfaatkan kertas ini untuk menulis catatan penting, menulis pesan dan membuangnya jika sewaktu-waktu tidak dibutuhkan.

Ary Fry berhasil menggali ide dari “produk gagal” berupa lem yang tidak merekat dengan kuat karya Spencer Silver  menjadi menjadi lem untuk kertas yang bisa ditempel di mana saja dan bisa dilepas kapan saja.
Atas ide kreatifya Ary Fry akhirnya memenangkan hadiah besar dari kompetisi tersebut dan hasil penemuannya yang disebut Post It Notes menjadi produk yang laku keras di berbagai negara.

Hingga saat ini Brand Post-it sudah memiliki lebih dari 4.000 varian produk dan telah menjadi merek yang terkenal dan sangat disukai di seluruh dunia. 
Intrapreneurhsip Karyawan dan Pimpinan Perusahaan
Dari kisah di atas kita lihat bahwa Jonan berhasil memperbaiki PT KAI dalam posisinya sebagai Direksi Perusahaan. Ia selaku direktur punya wewenang penuh melakukan inovasi untuk memperbaiki perusahaan raport merah menjadi perusahaan pencetak laba. Kita bisa bilang hal yang wajar karena Jonan adalah pemimpin puncak. Namun harus dipahami bahwa perubahan besar yang dilakukan oleh pimpinan khususnya mengubah budaya perusahaan buruk menjadi baik, tantangannya sangat banyak. Jonan berhasil mengatasi semua masalah itu. Ia berhasil meyakinkan karyawan untuk bekerja lebih produktif dengan gaji yang lebih baik.
Sementara itu Ary Fry yang hanya seorang karyawan biasa  ternyata juga mampu menciptakan ide cemerlang yang sangat menguntungkan perusahaan. Ia mengubah produk gagal menjadi produk unggulan perusahaan.
Di posisi manapun, karyawan dapat menjadi intrapreneur, yang tentunya dapat menciptakan karir yang bagus dan membuat perusahaan semakin melejit.
Sejatinya praktek intrapeneurship bukan hanya diperlukan di perusahaan melainkan juga di lembaga pemerintah, lembaga sosial, yayasan dan lembaga non profit lainnya. 

Tunggu artikel berikutnya.
Selamat berinovasi.
Bambang suharno

Mau training Senjata Rahasia Intrapreneurship dan Entrepreneurship ? Hubungi 0813.1069.6307 (Pak Dwi), email: pembicaraseminarzone@gmail.com


Sabtu, November 01, 2014

Waryono Tampil di Training Wirausaha Karyawan Puskesmas Pulogadung

Waryono Tampil di Training Wirausaha Karyawan Puskesmas Pulogadung

Waryono yang sering disebut sebagai officeboy entrepreneur tampil di acara training wirausaha karyawan Puskesmas Pulogadung Jakarta Timur. Acara berlangsung Jumat 31 Oktober2014 diikuti oleh para dokter, tenaga kesehatan dan karyawan puskesmas yang merupakan anggota Koperasi karyawan Puskesmas.

Acara ini dimaksudkan untuk memberi wawasan kewirausahaan bagi karyawan Puskesmas agar mereka memiliki semangat wirausaha untuk pribadi dan untuk mengembangkan koperasi karyawan.
Dalam kesempatan ini Waryono menceritakan pengalamannya berwirausaha mulai dari modal 500ribu untuk berjualan sembako, kemudian hasilnya untuk membeli traktor sawah, selanjutnya hasil traktor sawah diinvestasikan untuk membuka warung pecel lele dan seterusnya hingga kemudian memiliki warung makan Padang.

Tahun ini setelah berkarir sebagai office boy selama 15 tahun, Waryono pensiun dini dan menjadi pebisnis full time. Para peserta sangat antusias menanyakan kepada waryono bagaimana kiat-kiatnya mengembangkan usaha, antara lain bagaimana memilih bisnis, merekrut karyawan, mendelegasikan karyawan, cara memulai bisnis dan sebagainya.

Terhadap pertanyaan peserta, Waryono menjawab apa adanya. Ia antara lain mengatakan , tidak semua usahanya berjalan sukses. Warung pecel lele dan usaha tanaman hias ada yang harus ditutup, ada yang karena penggusuran ada juga yang karena masalah lainnya. Namun sebagai pelaku usaha harus melewati proses itu. "itu semua adalah pelajaran," katanya.

Sebelum Waryono tampil, Direktur IES Bambang Suharno menyampaikan Kiat mendapatkan Passitive Income untuk Karyawan. Bambang menyampaikan tujuh jurus mendapatkan passive income, beserta contoh-contohnya. Materi tersebut didasarkan dengan pengalaman waryono dalam mengembangkan gaji menjadi passive income melalui bisnis.

Dalam sesi tanya jawab, peserta mulai mendapatkan gagasan pengembangan koperasi antara lain, usaha warung makan, sembako , umroh dan sebagainya. Bambang menyarankan pengembangan koperasi sebaiknya ditargetkan sesuai dengan harapan anggota. Misalnya setiap tahun satu karyawan bisa umroh, atau bisa jalan-jalan keluar negeri atau beasiswa untuk karyawan dan sebagainya.

Apapaun yang akan dilakukan, pada prinsipnya mental wirausaha sangat diperlukan untuk mengembangkan bisnis. Demikian saran Bambang Suharno.***



POSTING TERPOPULER

Iklan